Curhatan seorang teman membuatku terdiam merenung beberapa saat.
Seorang teman datang menemuiku di tempat
penginapan sesaat setelah
sampai di Selayar. Dan curhatan tanpa sensor
itupun mengalir bagai air
bah.
Menikah bukan berarti berkurang beban, memang
beban dosa yang sering
menghampiri lajang berkurang, namun beban yang
lain muncul dan lebih
berat. Kau bukan menanggung hidupmu seorang namun
juga hidup seorang
lagi yg telah menjadi belahan jiwamu. Temanku menyesal
terburu-buru
menikah! Saat ini dia terpisah dari istrinya hanya
karena masalah
ekonomi yang membelit. Gajinya perbulan tdk cukup
untuk
menghidupi dia dan istrinya. dan yang menyakitkan
adalah sekarang
mereka telah mempunyai buah hati. Memang selain
keinginan yg mantap,
finansial juga adalah hal terpenting yg harus
dipersiapkan sebelum
menikah.
Harga diri temanku sudah luluh beterbangan di mata
mertuanya, bahkan
saat aqiqah anaknya dia tidak bisa membiayainya.
Menyakitkan bukan?
Masalah tidak cukup sampai disitu, temanku
memang sudah menikah namun
apalah artinya status menikah jika berjauhan
dengan istri, sama saja
kembali ke status semula, lajang akut. di tengah
kegersangan yang
melanda, temanku berniat menikah lagi. Wot? Aku
kaget mendengarnya dan
heran dengan temanku ini.
"Satu istri saja kau tidak bisa hidupi
apalagi 2?!" Kataku.
"Itu sudah diatur Allah, rezeki pasti ada dan
datang dari mana saja."
Jawabnya membela diri, tidak salah apa yang
diucapkan.
"Tapi kau juga harus realistis, kau harus
bekerja keras bukan hanya
menunggu." Bantahku lagi.
"Tapi ada tidak yah, cewek yang mau dengan sy
yang gajinya kecil seperti gajiku?."
"Kalau saya jadi cewek, nda mau memangma',
dimanami pembeli ikan,
bawang, trus bedak, shampo dsb." Dia nyengir
mendengar jawabanku.
"Saya menyesal menikah tanpa ta'aruf tapi
pacaran, lewat hp lagi."
"Menikah memang perlu SEGERA tapi tdk
tergesa."
Curhat malam itu ditutup dengan es kelapa muda.
Tuhan, jangan biarkan
aku lemah di hadapan istri dan keluargaku nanti.
0 komentar:
Posting Komentar